Setiap orang tentu
ingin meraih sukses dalam hidupnya, tidak hanya sekedar sukses di dunia tetapi
juga sukses di akhirat. Pandangan tentang
definisi sukses bagi setiap orang berbeda-beda sesuai latar belakang,
pendidikan, lingkungan, dan sebagainya. Ada yang menganggap sukses kalau
berpendidikan tinggi dengan sederet gelar kesarjanaan, ada yang merasa sukses
dengan karir yang prestisius, dan bagi orangtua merasa sukses jika mampu
membiayai pendidikan anaknya. Sukses merupakan titik puncak yang harus dikejar,
bukan jalan sementara menuju kesuksesan. Terkadang masih banyak yang terjebak
di dalam jalan menuju sukses.
Sukses bisa dicapai
oleh siapa saja tetapi tidak semua orang pasti bisa mendapatkan sukses karena
sukses perlu strategi. Memang meraih sukses tidak semudah membalikkan tangan,
diperlukan perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras. Strategi merupakan kunci
menuju sukses, ibarat orang yang tak berilmu pasti akan berjalan mengikuti
aliran air yang deras atau tiupan udara yang kencang. Sukses perlu direncanakan
dengan cermat dan tepat karena sukses tidak akan terjadi tanpa disengaja.
Ibaratnya seorang kempetitor bisa meraih gelar juara tentu akibat usahanya
bukan faktor kebetulan atau keberuntungan.
Perkembangan ilmu, pengetahuan,
dan teknologi yang semakin pesat dan tantangan zaman semakin berat menjadikan
semua orang harus memiliki kompetensi unggul. Kompetensi yang dimiliki
merupakan bekal meraih sukses sesuai dengan tuntutan zamannya. Dulu berbekal ijazah
tingkat SMA/SMK sederajat untuk mencari pekerjaan cukup mudah tetapi sekarang
lulusan sarjana pun kesulitan mendapat pekerjaan. Oleh karena itu, untuk meraih
sukses harus bisa memahami tuntutan zaman yang sekarang berbasis teknologi
multimedia, jaringan internet, dan globalisasi.
Belajar di perguruan
tinggi dengan status mahasiswa merupakan salah satu usaha untuk meraih sukses.
Dewasa ini setiap orangtua menginginkan anaknya untuk bisa mengenyam pendidikan
tinggi agar bisa merubah nasib yang lebih baik. Tentu saja impian setiap orang
bisa berkesempatan mengggali ilmu di perguruaan tinggi negeri yang tersebar di
wilayah Indonesia. Masyarakat umum menganggap berstatus sebagai mahasiswa di
PTN ternama adalah jaminan untuk meraih sukses di masa depan.
Namun, pernyataan tersebut tidak akan
berlaku bagi mahasiswa yang duduk manis dan berdiam diri hanya mengikuti perkuliahan saja.
Mahasiswa yang dikenal
sebagai agent of change dikatakan
telah sukses tidak hanya lulus bermodal IPK cumlaude
tetapi juga memiliki soft skill dan
prestasi non akademik. Terutama ketika wawancara kerja pasti ditanyakan tidak
sekedar berapa IPK yang diperoleh tetapi juga pengalaman organisasi yang pernah
diikuti. Gelar maha-siswa memang patut diberikan karena mahasiswa dituntut
untuk mampu menyeimbangkan kemampuan akademik dan non akademik sesuai dengan
Tri Dharma. Apalagi untuk menghadapi persaingan global salah satunya Masyarakat
Ekonomi ASEAN diperlukan kemampuan komunikasi bahasa asing. Sudah bukan
zamannya lagi menjadi mahasiswa yang konsumtif terhadap teori dan pemikiran
lama.
Kehidupan perguruan
tinggi yang berbeda dengan sekolah akan menjadikan mahasiswa untuk bisa mandiri
dan bertanggungjawab. Di sebuah perguruan tinggi pasti terdapat berbagai jenis
organisasi yang digolongkan dalam 2 jenis, Organisasi Pemerintahan Mahasiswa
(OPM) dan Organisasi Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM). Adanya kedua organisasi
tersebut berfungsi sebagai wadah pengembangan potensi mahasiswa sesuai minat
dan bakat. Kabar terbaru dari bidang kemahasiswaan Universitas
Negeri Malang yaitu wacana mewajibkan mahasiswa mengikuti minimal satu
organisasi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengasah kemampuan komunikasi,
kepemimpinan, dan manajemen diri sehingga lulusan nanti siap bersaing di dunia
kerja. Selain itu, kebijakan ini muncul akibat minimnya minat mahasiswa
terhadap keaktifan berorganisasi karena dianggap akan mengganggu perkuliahan.
Kebijakan ‘Mahasiswa Wajib Berorganisasi’ tentu
mendapat respon antara yang pro dan kontra. Sebelum memberikan respon tentu
sebaiknya menilai apakah berorganisasi memang seharusnya diwajibkan atau justru
memang kewajiban bagi mahasiswa. Bagi mahasiswa di PTN tentu wajib bersyukur karena
biaya yang dikeluarkan orangtua tidak penuh karena pihak PTN mendapat dana
Batuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang berasal dari APBN.
Perlu diketahui BOPTN untuk tahun 2014 yaitu sebesar Rp 4,5 triliun dengan kenaikan Rp 1,5 triliun dari tahun
sebelumnya. Coba bayangkan
jika tidak ada BOPTN atau nilainya minim maka
berapa rupiah yang harus dikeluarkan dari dompet orangtua. Sumber APBN yang berasal
dari pajak masyarakat secara tidak langsung dinikmati mahasiswa tentu
mengakibatkan sebuah konsekuensi. Masyarakat telah mempercayakan dana mereka kepada
mahasiswa untuk mampu membawa perubahan bangsa ke arah lebih baik. Jadi dapat
disimpulkan, berorganisasi merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa.
Tanggapan atas
kebijakan ‘Mahasiswa Wajib Berorganisasi’
yang tidak sepihak tentu harus diluruskan. Bagi kalangan study oriented tentu menganggap dengan berorganisasi akan
menghambat studi dan prestasi akademik. Asumsi itu hanyalah bentuk ketakutan
karena organisasi tidak ada kaitannya dengan studi dan prestasi akademik. Oleh
karena itu, perlu diketahui bahwa mengikuti organisasi disesuaikan minat dan
bakat sehingga dapat berperan aktif dan mengembangkan diri. Tahap awal untuk
mengikuti organisasi yaitu mengenal lebih jauh tentang profilnya dan
selanjutnya mengkonfirmasi apakah sudah sesuai minat. Jika ikut organisasi
hanya sebagai follower tentu hasilnya
akan berbeda dengan aktif memberikan konstribusi berupa karya dan prestasi.
Bidang organisasi tidak hanya tentang politik dan sosial tetapi beragam mulai
bidang religi, iptek, seni, olahraga, kepenulisan, dan wirausaha.
Mahasiswa yang sukses
tentu mampu berprestasi di bidang akademik dan non akademik. Ketika aktif
sebagai mahasiswa yang tidak hanya sekedar kuliah tentu memberikan konsekuensi
untuk memiliki manajemen diri yang baik. Waktu yang tersedia 24 jam sehari
tentunya harus bisa di-manage
misalnya untuk kuliah, organisasi, karya ilmiah, dan hobi. Porsi waktu yang
ditentukan sebaiknya disesuaikan prioritas dan urgensi sehingga tidak ada yang
dikorbankan. Selain manajemen waktu yang optimal, mahasiswa perlu memilih
lingkungan organisasi yang tepat sehingga bisa memberikan kenyamanan mengasah
potensi untuk meraih prestasi. Telah terbukti beberapa tahun terakhir kandidat
Mahasiswa Berprestasi tingkat universitas lahir dari kesuksesan mereka baik di
bidang akademik maupun non akademik.
Sukses ada di tangan tiap
orang, selagi tangan masih berpangku tangan sukses tidak akan pernah menghampiri.
Tiada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan untuk merencanakan
kesuksesan. Semangat mahasiswa yang tidak mudah padam adalah bekal untuk
memulai sebagai mahasiswa sejati. Mahasiswa yang bertanggung jawab dan peduli
terhadap nasib bangsa dengan berkontribusi melalui karya atau prestasi.
Indonesia telah menanti generasi baru untuk merubah kehidupan negeri ini. Tunjukkan
bahwa mahasiswa memang agent of change
dengan sukses akademik dan non akademik. Hidup Mahasiswa!
Penulis adalah mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang (UM)
Naskah merupakan Juara Harapan 1 dalam lomba penulisan Opini di Majalah Komunikasi
UM
Dimuat dalam Majalah Komunikasi UM Edisi Nomor 303 Maret-April 2016
Berikut link tulisan di website majalah
Sukses Akademik dan Non Akademik