Ruang pameran tulisan segar fiksi & non-fiksi, dilengkapi info lomba penulisan fiksi. Ibarat galeri memajang aneka karya. Kritik dan saran terbuka untuk perbaikan. Selamat berkunjung, semoga ada pesan dan inspirasi yang bisa dibawa pulang.

Menu Nav Bar

Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

Urgensi Pendidikan Kejuruan bagi Indonesia

       



        Angka pengangguran yang masih tinggi mengindikasi adanya kesalahan dalam sistem pendidikan. Menurut Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif, tingkat pengangguran terbuka per Februari 2016 sebesar 5,5% atau 7,02 juta orang. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang lulusannya diharapkan siap bekerja di dunia usaha dan industri. Namun, daya serap lulusan SMK ke pasar kerja masih rendah. Laporan dari Kepala Bidang SMA/SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang lulusan SMK tahun 2014 baru 27% yang terserap lapangan kerja, sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2015 melaporkan bahwa pengangguran terbuka lulusan SMK mencapai 12,65% dari jumlah pengangguran yang ada. Kondisi ini menunjukkan perlunya perbaikan pada pandidikan kejuruan di Indonesia.


        Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang  menuntut sumber daya manusia untuk memiliki kemampuan dan kompetensi agar bisa masuk di pasar kerja. Sumber daya manusia di Indonesia akan bersaing dengan Sumber Daya Manusia (SDM) dari negara tetanggga di ASEAN. Sedangkan kondisi kualitas SDM di Indonesia masih rendah dilihat dari tingkat pendidikan. Berdasarkan rangking dari tes Programme Internationale for Student Assesment (PISA) 2015, Indonesia menduduki urutan 69 dari 76 negara yang ikut berpartisipasi. Oleh karena itu, perbaikan kualitas SDM di Indonesia harus semakin ditingkatkan dari segi kualitas dan kuantitas. Tentu kita ingin Indonesia bisa menjadi negara maju berkat tangan terampil dari putra-putri bangsa sendiri, bukan campur tangan asing.

        Pemerintah sebagai pemegang kebijakan telah merespon permasalahan yang ada. Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy (2016) mengatakan bahwa pemerintah membutuhkan empat ratus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diproyeksikan hingga 2020. Program revitalisasi SMK bertujuan agar Indonesia mampu menyiapkan sumber daya manusia berkualitas, sehingga bisa melakukan lompatan kemajuan dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Selain itu, sebagai bentuk usaha membalik piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas berpendidikan SD dan SMP menjadi tenaga kerja terdidik dan terampil.

Kualitas dan Kuantitas
        Pemerintah dalam menjalankan program revitalisasi SMK sebaiknya memperhatikan aspek kualitas dan kuantitas secara terintegrasi. Percuma jika mengejar kuantitas tetapi kualitas diabaikan dan begitu sebaliknya. Jika aspek kuantitas yang menjadi prioritas maka lulusan SMK yang ada tidak memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai dunia kerja yang ada sehingga daya serapnya rendah. Jika aspek kualitas yang dikejar, maka lulusan SMK yang dihasilkan tidak bisa memenuhi jumlah kebutuhan dari dunia kerja sehingga kuota yang ada akan dimanfaatkan tenaga asing.

        Komponen dalam revitalisasi SMK yang perlu diperhatikan aspek kualitas dan kuantitasnya meliputi tenaga pendidik, fasilitas, dan kurikulum. Tenaga pendidik SMK berorientasi sebagai pendidik untuk mencetak lulusan siap kerja. Diperlukan kemampuan mengajar teori dan praktik secara komprehensif. Tenaga pendidik dituntut untuk bisa meramu model pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan, dan mengembangkan bahan ajar (job sheet) sehingga peserta didik mampu membangun konstruksi pemikiran dalam kelas teori dan praktik. Penguasaan terhadap teknologi informasi (IT) dan teknologi modern di dunia kerja berguna untuk mendorong siswa tidak gagap teknologi ketika melakukan Praktik Kerja Industri (Prakerin). Selain itu, pendidik harus mampu merangsang dan menumbuhkan kreasi dan inovasi dari peserta didik sebagai modal dalam menghadapi kompetisi di pasar kerja. Bermodal kreasi dan inovasi, siswa SMK dapat merintis wirausaha sehingga bisa menciptakan lapangan kerja baru. Penyiapan tenaga pendidik berkualitas dan profesional menjadi tanggung jawab perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan kejuruan.
        
        Pendidik yang berkualitas perlu ditunjang fasilitas memadai dan kurikulum sesuai permintaan dunia usaha dan industri. SMK sebagai sekolah pencetak tenaga kerja yang memiliki kompetensi tentu membutuhkan fasilitas yang banyak. Penyediaan workshop atau bengkel kerja beserta peralatan dan bahan praktik tentu membutuhkan anggaran besar. Jika penyediaan fasilitas tersebut tidak memadai, maka lulusan SMK hanya mampu berteori tanpa kompetensi yang memadai. Workshop atau bengkel kerja dengan peralatan dan bahan praktik yang memadai mampu menghasilkan lulusan SMK dengan kompetensi yang andal karena siswa dapat melatih keterampilannya secara berkelanjutan. Seperti pepatah pisau yang sering diasah pasti akan tajam.

        Kurikulum yang dirancang sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri menjadikan revitalisasi SMK tidak sia-sia. Sekarang banyak di antara lulusan SMK yang tidak dibutuhkan tetapi diminati oleh masyarakat, sedangkan lulusan yang dibutuhkan justru berkurang. Pada akhirnya, lulusan akan banyak yang berpindah tempat mencari pekerjaan di daerah lain. Berdasarkan kondisi tersebut, kurikulum didesain dengan model work based learning dan sesuai potensi daerah yang dimiliki. Kurikulum work based learning dengan mengacu pada standar kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan industri yang ada di daerah tersebut. Tenaga pendidik diminta untuk bisa menerjemahkan kurikulum tersebut di dalam pembelajaran. Pemerintah daerah dapat membuat SMK unggulan sektor tertentu sesuai potensi daerah, misalnya SMK maritim untuk daerah pesisir. Harapannya potensi di daerah dapat dikembangkan dan menekan angka urbanisasi.

Keterbukaan Lintas Sektoral
        Revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing SDM Indonesia dapat terwujud dengan baik diperlukan keterbukaan lintas sektoral. Keterbukaan lintas sektoral oleh kementerian, pemerintah daerah, dan dunia usaha dan industri dilakukan melalui kemudahan akses bagi tenaga pendidik dan siswa SMK untuk melakukan prakerin, magang, dan penelitian. Selama ini keterbatasan lapangan untuk prakerin dan magang oleh siswa SMK menyebabkan kompetensi yang dimiliki tidak memadai. Biasanya siswa SMK melakukan prakerin dan magang di tempat yang tidak sesuai paket keahlian atau tugas yang diberikan oleh pihak tempat prakerin dan magang tidak sesuai paket keahlian. Oleh karena itu, perlu kerja sama lintas sektoral agar prakerin dan magang mampu mengasah kompetensi siswa SMK di dunia usaha dan industri sesuai paket keahlian mereka.

        Selain itu, penyerapan lulusan SMK yang masih rendah perlu diperbaiki. Selama ini dunia usaha dan industri masih memberikan porsi yang minim terhadap lulusan SMK. Dikhawatirkan dunia usaha dan industri masih meragukan kompetensi dan keahlian yang dimiliki oleh lulusan SMK. Adanya sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK diharapkan dapat meyakinkan dunia usaha dan industri untuk menyerapnya sebagai tenaga kerja. Harapannya, angka pengangguran semakin menurun dan pertumbuhuan ekonomi lebih baik dengan adanya program revitalisasi SMK.

Penulis adalah mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang (UM)
Dimuat dalam Majalah Komunikasi UM Edisi Nomor 311 Juli - Agustus 2017
Berikut link tulisan di website majalah Urgensi Pendidikan Kejuruan bagi Indonesia

Share:

Sukses Akademik dan Non Akademik


Setiap orang tentu ingin meraih sukses dalam hidupnya, tidak hanya sekedar sukses di dunia tetapi juga sukses di akhirat.  Pandangan tentang definisi sukses bagi setiap orang berbeda-beda sesuai latar belakang, pendidikan, lingkungan, dan sebagainya. Ada yang menganggap sukses kalau berpendidikan tinggi dengan sederet gelar kesarjanaan, ada yang merasa sukses dengan karir yang prestisius, dan bagi orangtua merasa sukses jika mampu membiayai pendidikan anaknya. Sukses merupakan titik puncak yang harus dikejar, bukan jalan sementara menuju kesuksesan. Terkadang masih banyak yang terjebak di dalam jalan menuju sukses.
Sukses bisa dicapai oleh siapa saja tetapi tidak semua orang pasti bisa mendapatkan sukses karena sukses perlu strategi. Memang meraih sukses tidak semudah membalikkan tangan, diperlukan perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras. Strategi merupakan kunci menuju sukses, ibarat orang yang tak berilmu pasti akan berjalan mengikuti aliran air yang deras atau tiupan udara yang kencang. Sukses perlu direncanakan dengan cermat dan tepat karena sukses tidak akan terjadi tanpa disengaja. Ibaratnya seorang kempetitor bisa meraih gelar juara tentu akibat usahanya bukan faktor kebetulan atau keberuntungan.
Perkembangan ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang semakin pesat dan tantangan zaman semakin berat menjadikan semua orang harus memiliki kompetensi unggul. Kompetensi yang dimiliki merupakan bekal meraih sukses sesuai dengan tuntutan zamannya. Dulu berbekal ijazah tingkat SMA/SMK sederajat untuk mencari pekerjaan cukup mudah tetapi sekarang lulusan sarjana pun kesulitan mendapat pekerjaan. Oleh karena itu, untuk meraih sukses harus bisa memahami tuntutan zaman yang sekarang berbasis teknologi multimedia, jaringan internet, dan globalisasi.
Belajar di perguruan tinggi dengan status mahasiswa merupakan salah satu usaha untuk meraih sukses. Dewasa ini setiap orangtua menginginkan anaknya untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi agar bisa merubah nasib yang lebih baik. Tentu saja impian setiap orang bisa berkesempatan mengggali ilmu di perguruaan tinggi negeri yang tersebar di wilayah Indonesia. Masyarakat umum menganggap berstatus sebagai mahasiswa di PTN ternama adalah jaminan untuk meraih sukses di masa depan. Namun, pernyataan tersebut tidak akan berlaku bagi mahasiswa yang  duduk manis dan berdiam diri hanya mengikuti perkuliahan saja.
Mahasiswa yang dikenal sebagai agent of change dikatakan telah sukses tidak hanya lulus bermodal IPK cumlaude tetapi juga memiliki soft skill dan prestasi non akademik. Terutama ketika wawancara kerja pasti ditanyakan tidak sekedar berapa IPK yang diperoleh tetapi juga pengalaman organisasi yang pernah diikuti. Gelar maha-siswa memang patut diberikan karena mahasiswa dituntut untuk mampu menyeimbangkan kemampuan akademik dan non akademik sesuai dengan Tri Dharma. Apalagi untuk menghadapi persaingan global salah satunya Masyarakat Ekonomi ASEAN diperlukan kemampuan komunikasi bahasa asing. Sudah bukan zamannya lagi menjadi mahasiswa yang konsumtif terhadap teori dan pemikiran lama.
Kehidupan perguruan tinggi yang berbeda dengan sekolah akan menjadikan mahasiswa untuk bisa mandiri dan bertanggungjawab. Di sebuah perguruan tinggi pasti terdapat berbagai jenis organisasi yang digolongkan dalam 2 jenis, Organisasi Pemerintahan Mahasiswa (OPM) dan Organisasi Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM). Adanya kedua organisasi tersebut berfungsi sebagai wadah pengembangan potensi mahasiswa sesuai minat dan bakat. Kabar terbaru dari bidang kemahasiswaan Universitas Negeri Malang yaitu wacana mewajibkan mahasiswa mengikuti minimal satu organisasi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengasah kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan manajemen diri sehingga lulusan nanti siap bersaing di dunia kerja. Selain itu, kebijakan ini muncul akibat minimnya minat mahasiswa terhadap keaktifan berorganisasi karena dianggap akan mengganggu perkuliahan.
Kebijakan ‘Mahasiswa Wajib Berorganisasi’ tentu mendapat respon antara yang pro dan kontra. Sebelum memberikan respon tentu sebaiknya menilai apakah berorganisasi memang seharusnya diwajibkan atau justru memang kewajiban bagi mahasiswa. Bagi mahasiswa di PTN tentu wajib bersyukur karena biaya yang dikeluarkan orangtua tidak penuh karena pihak PTN mendapat dana Batuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang berasal dari APBN. Perlu diketahui BOPTN untuk tahun 2014 yaitu sebesar Rp 4,5 triliun dengan kenaikan Rp 1,5 triliun dari tahun sebelumnya. Coba bayangkan jika tidak ada BOPTN atau nilainya minim maka berapa rupiah yang harus dikeluarkan dari dompet orangtua. Sumber APBN yang berasal dari pajak masyarakat secara tidak langsung dinikmati mahasiswa tentu mengakibatkan sebuah konsekuensi. Masyarakat telah mempercayakan dana mereka kepada mahasiswa untuk mampu membawa perubahan bangsa ke arah lebih baik. Jadi dapat disimpulkan, berorganisasi merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa.
Tanggapan atas kebijakan ‘Mahasiswa Wajib Berorganisasi’ yang tidak sepihak tentu harus diluruskan. Bagi kalangan study oriented tentu menganggap dengan berorganisasi akan menghambat studi dan prestasi akademik. Asumsi itu hanyalah bentuk ketakutan karena organisasi tidak ada kaitannya dengan studi dan prestasi akademik. Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa mengikuti organisasi disesuaikan minat dan bakat sehingga dapat berperan aktif dan mengembangkan diri. Tahap awal untuk mengikuti organisasi yaitu mengenal lebih jauh tentang profilnya dan selanjutnya mengkonfirmasi apakah sudah sesuai minat. Jika ikut organisasi hanya sebagai follower tentu hasilnya akan berbeda dengan aktif memberikan konstribusi berupa karya dan prestasi. Bidang organisasi tidak hanya tentang politik dan sosial tetapi beragam mulai bidang religi, iptek, seni, olahraga, kepenulisan, dan wirausaha.
Mahasiswa yang sukses tentu mampu berprestasi di bidang akademik dan non akademik. Ketika aktif sebagai mahasiswa yang tidak hanya sekedar kuliah tentu memberikan konsekuensi untuk memiliki manajemen diri yang baik. Waktu yang tersedia 24 jam sehari tentunya harus bisa di-manage misalnya untuk kuliah, organisasi, karya ilmiah, dan hobi. Porsi waktu yang ditentukan sebaiknya disesuaikan prioritas dan urgensi sehingga tidak ada yang dikorbankan. Selain manajemen waktu yang optimal, mahasiswa perlu memilih lingkungan organisasi yang tepat sehingga bisa memberikan kenyamanan mengasah potensi untuk meraih prestasi. Telah terbukti beberapa tahun terakhir kandidat Mahasiswa Berprestasi tingkat universitas lahir dari kesuksesan mereka baik di bidang akademik maupun non akademik.


Sukses ada di tangan tiap orang, selagi tangan masih berpangku tangan sukses tidak akan pernah menghampiri. Tiada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan untuk merencanakan kesuksesan. Semangat mahasiswa yang tidak mudah padam adalah bekal untuk memulai sebagai mahasiswa sejati. Mahasiswa yang bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib bangsa dengan berkontribusi melalui karya atau prestasi. Indonesia telah menanti generasi baru untuk merubah kehidupan negeri ini. Tunjukkan bahwa mahasiswa memang agent of change dengan sukses akademik dan non akademik. Hidup Mahasiswa!


Penulis adalah mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang (UM)
Naskah merupakan Juara Harapan 1 dalam lomba penulisan Opini di Majalah Komunikasi UM
Dimuat dalam Majalah Komunikasi UM Edisi Nomor 303 Maret-April 2016
Berikut link tulisan di website majalah Sukses Akademik dan Non Akademik
Share:

Kemacetan, antara Gengsi dan Kondisi

Sumber: Detak.Co

Kemacetan sudah menjadi makanan setiap hari bagi meraka yang tinggal di perkotaan besar. Jalanan terlihat dipenuhi kendaraan yang berhenti menunggu waktu giliran untuk bisa berjalan. Kondisi volume kendaraan yang tidak bisa lagi ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia. Kemacetan biasa terjadi pada beberapa titik di sebuah  kota dan pada jam puncak aktivitas manusia. Tentu semua ingin menghindari kemacetan karena rasanya menjenuhkan dan membawa kerugian ketika terjebak kemacetan.
Dampak kemacetan tidak hanya dirasakan oleh pengguna kendaraan yang terjebak kemacetan tetapi juga dirasakan pula oleh pihak yang lain. Ketika terjebak kemacetan mesin kendaraan yang tetap hidup tentu membakar energi fosil yang menghasilkan polusi. Jika puluhan kendaraan terjebak kemacetan maka berapa liter bahan bakar fosil terbuang sia-sia dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Tertundanya aktivitas manusia untuk bekerja berakibat terhambatnya arus perekonomian sehingga pemenuhan kebutuhan hidup tidak lancar. Pengguna kendaraan yang terjebak kemacetan tentu rugi banyak mulai dari waktu dan biaya serta kondisi psikis yang jenuh ketika harus berlama-lama di kendaraan tanpa aktivitas.
Kemacetan terjadi pasti ada penyebabnya. Penyebabnya adalah jumlah atau volume kendaraan melebihi kapasitas jalan yang tersedia sehingga untuk pergerakan tidak ada. Jumlah atau volume kendaraan yang banyak disebabkan pertumbuhan kendaraan yang meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Mayoritas masyarakat perkotaan memiliki kendaraan pribadi. Kondisi jalan yang tidak bisa menambah kapasitasnya untuk menampung kendaraan disebabkan pelebaran jalan yang sudah tidak bisa dilakukan lagi. Di perkotaan sudah tidak ada lagi lahan kosong untuk pelebaran jalan. Dengan melihat penyebabnya maka siapakah yang harus bertamggungjawab terhadap kemacetan?
Masyarakat perkotaan memiliki karakter gaya hidup metropolitan. Kendaraan pribadi menjadi salah satu kebutuhan primer baginya. Pergerakan atau mobilitasnya mengandalkan kendaraan pribadi yang dimiliki. Dengan memiliki kendaraan pribadi bagi sebagai masyarakat dianggap sebagai gengsi tersendiri. Gengsi atas kepemilikan kendaraan pribadi memberikan dampak status sosial yang diperolehnya. Tentu bagi mayoritas orang yang sudah merasa berstatus sosial tinggi akan enggan memilih kendaraan umum sebagai alat transportasinya. Alasanya yaitu biaya dan waktu serta kendaraan pribadinya lebih nyaman. Coba lihat kemacetan di sekitar, pasti antrian kendaraan didominasi oleh kendaraan pribadi. Kemacetan akan semakin parah jika kemacetan yang didominasi mobil pribadi hanya ada satu penumpang. Kondisi ini seperti sekelompok orang yang duduk dengan jarak renggang.
Pemerintah tingkat kota/kabupaten tentu tidak diam saja atas masalah kemacetan di daerahnya. Berbagai peraturan dan kebijakan dilakukan untuk mereduksi timbulnya kemacetan. Pemberlakuan three in one, jalan satu arah, dan pengaturan jam kerja telah dilakukan tetapi tidak bisa mengatasi kemacetan secara total. Sementara itu, kondisi transportasi umum di perkotaan jarang diperhatikan. Sungguh pantas jika masyarakat perkotaan lebih memilih kendaraan pribadi karena kondisinya nyaman. Pengawasan terhadap angkutan umum perkotaan yang ngetem sembarangan, memaksa kapasitas penumpang, dan kondisi kendaraan yang sudah tua atau tidak layak jalan masih minim sehingga masyarakat yang kondisinya kurang beruntung yang menjadi korbannya.

 Sumber: www.tes.com

Kemacetan akan menjadi masalah yang berlarut-larut di perkotaan ketika gengsi msyarakat masih tinggi dan kondisi angkutan perkotaan masih buruk. Ketika pemerintah dan stakeholders tanggap atas permasalahan ini tentu akan membuat regulasi dan revitalisasi untuk angkutan umum perkotaan. Adanya peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan dari segi fisik kendaraan dan manajemen transportasi akan menjadikan masyarakat yang kurang beruntung tidak menjadi korban lagi dan masyarakat berstatus sosial tinggi meninggalkan kendaraan pribadinya. Dengan menggunakan angkutan umum akan mereduksi penggunaan energi fosil dan pencemaran lingkungan berkurang serta kondisi jalan tidak penuh kendaraan.
Dalam implementasinya pihak-pihak yang terkait yaitu pemerintah daerah, dinas perhubungan, organisasi angkutan, dan sebagainya harus menjalin kerjasama, kesepakatan, dan komitmen tinggi untuk membuat regulasi dan revitalisasi untuk angkutan umum perkotaan. Diharapkan kemacetan akan bisa diselesaikan ketika kondisi angkutan umum perkotaan sudah sesuai standar operasional dan kesadaran masyarakat tinggi atas kepedulian sosial dan lingkungan.

Tulisan ini telah dimuat dalam Rubrik Opini Majalah KOMUNIKASI UM edisi 298 Mei-Juni 2015
Share:

Popular Posts

Translate

Visitors

Flag Counter

Followers

Recent Posts

SAFORE

SAFORE
Samudrawan Fashion Store

RajaView.id

RajaView.id
Di rumah aja dapat uang mau? Cari tahu jawabannya dengan klik gambar di atas.