Kemacetan sudah menjadi makanan setiap hari bagi meraka yang tinggal di perkotaan besar. Jalanan terlihat dipenuhi kendaraan yang berhenti menunggu waktu giliran untuk bisa berjalan. Kondisi volume kendaraan yang tidak bisa lagi ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia. Kemacetan biasa terjadi pada beberapa titik di sebuah kota dan pada jam puncak aktivitas manusia. Tentu semua ingin menghindari kemacetan karena rasanya menjenuhkan dan membawa kerugian ketika terjebak kemacetan.
Dampak kemacetan tidak
hanya dirasakan oleh pengguna kendaraan yang terjebak kemacetan tetapi juga
dirasakan pula oleh pihak yang lain. Ketika terjebak kemacetan mesin kendaraan
yang tetap hidup tentu membakar energi fosil yang menghasilkan polusi. Jika
puluhan kendaraan terjebak kemacetan maka berapa liter bahan bakar fosil
terbuang sia-sia dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Tertundanya aktivitas
manusia untuk bekerja berakibat terhambatnya arus perekonomian sehingga
pemenuhan kebutuhan hidup tidak lancar. Pengguna kendaraan yang terjebak
kemacetan tentu rugi banyak mulai dari waktu dan biaya serta kondisi psikis
yang jenuh ketika harus berlama-lama di kendaraan tanpa aktivitas.
Kemacetan terjadi pasti
ada penyebabnya. Penyebabnya adalah jumlah atau volume kendaraan melebihi
kapasitas jalan yang tersedia sehingga untuk pergerakan tidak ada. Jumlah atau
volume kendaraan yang banyak disebabkan pertumbuhan kendaraan yang meningkat
seiring pertumbuhan penduduk. Mayoritas masyarakat perkotaan memiliki kendaraan
pribadi. Kondisi jalan yang tidak bisa menambah kapasitasnya untuk menampung
kendaraan disebabkan pelebaran jalan yang sudah tidak bisa dilakukan lagi. Di
perkotaan sudah tidak ada lagi lahan kosong untuk pelebaran jalan. Dengan
melihat penyebabnya maka siapakah yang harus bertamggungjawab terhadap
kemacetan?
Masyarakat perkotaan
memiliki karakter gaya hidup metropolitan. Kendaraan pribadi menjadi salah satu
kebutuhan primer baginya. Pergerakan atau mobilitasnya mengandalkan kendaraan
pribadi yang dimiliki. Dengan memiliki kendaraan pribadi bagi sebagai masyarakat
dianggap sebagai gengsi tersendiri. Gengsi atas kepemilikan kendaraan pribadi
memberikan dampak status sosial yang diperolehnya. Tentu bagi mayoritas orang
yang sudah merasa berstatus sosial tinggi akan enggan memilih kendaraan umum
sebagai alat transportasinya. Alasanya yaitu biaya dan waktu serta kendaraan
pribadinya lebih nyaman. Coba lihat kemacetan di sekitar, pasti antrian
kendaraan didominasi oleh kendaraan pribadi. Kemacetan akan semakin parah jika kemacetan
yang didominasi mobil pribadi hanya ada satu penumpang. Kondisi ini seperti
sekelompok orang yang duduk dengan jarak renggang.
Pemerintah tingkat
kota/kabupaten tentu tidak diam saja atas masalah kemacetan di daerahnya.
Berbagai peraturan dan kebijakan dilakukan untuk mereduksi timbulnya kemacetan.
Pemberlakuan three in one, jalan satu
arah, dan pengaturan jam kerja telah dilakukan tetapi tidak bisa mengatasi
kemacetan secara total. Sementara itu, kondisi transportasi umum di perkotaan
jarang diperhatikan. Sungguh pantas jika masyarakat perkotaan lebih memilih
kendaraan pribadi karena kondisinya nyaman. Pengawasan terhadap angkutan umum
perkotaan yang ngetem sembarangan,
memaksa kapasitas penumpang, dan kondisi kendaraan yang sudah tua atau tidak
layak jalan masih minim sehingga masyarakat yang kondisinya kurang beruntung
yang menjadi korbannya.
Sumber: www.tes.com
Kemacetan akan menjadi
masalah yang berlarut-larut di perkotaan ketika gengsi msyarakat masih tinggi
dan kondisi angkutan perkotaan masih buruk. Ketika pemerintah dan stakeholders tanggap atas permasalahan
ini tentu akan membuat regulasi dan revitalisasi untuk angkutan umum perkotaan.
Adanya peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan dari segi fisik
kendaraan dan manajemen transportasi akan menjadikan masyarakat yang kurang
beruntung tidak menjadi korban lagi dan masyarakat berstatus sosial tinggi meninggalkan
kendaraan pribadinya. Dengan menggunakan angkutan umum akan mereduksi
penggunaan energi fosil dan pencemaran lingkungan berkurang serta kondisi jalan
tidak penuh kendaraan.
Dalam implementasinya
pihak-pihak yang terkait yaitu pemerintah daerah, dinas perhubungan, organisasi
angkutan, dan sebagainya harus menjalin kerjasama, kesepakatan, dan komitmen
tinggi untuk membuat regulasi dan revitalisasi untuk angkutan umum perkotaan.
Diharapkan kemacetan akan bisa diselesaikan ketika kondisi angkutan umum
perkotaan sudah sesuai standar operasional dan kesadaran masyarakat tinggi atas
kepedulian sosial dan lingkungan.
Tulisan ini telah dimuat dalam Rubrik
Opini Majalah KOMUNIKASI UM edisi 298 Mei-Juni 2015
No comments:
Post a Comment