Perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi semakin terasa dan dapat terlihat nyata. Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan akses antar wilayah secara nasional dan global semakin tanpa batas. Pesatnya industri untuk menghasilkan produk-produk baru menjadikan setiap waktu dan di mana saja muncul berbagai promosi. Keadaan demikian mendorong masyarakat untuk semakin konsumtif. Arus globalisasi semakin memperkuat perubahan gaya hidup (life style) untuk selalu kekinian (up to date). Tidak jarang banyak orang telah menjadi korban empuk dalam perubahan zaman modern.
Produk gadget, kendaraan, fashion, dan properties merupakan produk unggulan yang bersain secara kompetitif untuk menarik para calon konsumen. Produsen produk tersebut tentu berlomba-lomba menciptakan inovasi dan kreasi sehingga konsumen akan tergiur untuk memiliki dan kecanduan untuk mengikuti produk terbarunya. Masyarakat pinggiran dengan kelas ekonomi menengah tentu akan menjadi sasaran tepat. Secara nyata dapat dilihat pada animo masyarakat untuk selalu memburu dan mengejar produk-produk unggulan untuk dapat dimiliki. Gaya hidup ini menjadikan sebuah prestige sendiri di kalangan mereka. Sebuah kepuasan dan status sosial yang akan melekat pada dirinya adalah tujuan utama mereka. Tidak lagi memandang fungsi utama dari barang yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan. Inilah gambaran prinsip finansial masyarakat pinggiran.
Bantuan sosial pemerintah berupa dana sosial untuk keluarga dan beasiswa untuk pelajar dianggarkan untuk membantu finansial masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Harapannya bntuan pemerintah sebagai bantuan dlam pemenuhan kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, dan pendidikan. Tidak jarang semua orang tanpa terkecuali akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Berbagai upaya mereka lakukan, biasanya pemalsuan data atau menyembunyikan harta dan barang yang dimiliki. Kalau ada gratisan, sayang kalau dibiarkan berlalu begitu saja. Padahal, mereka selalu ingin mendapat prestige di kalangannya dan lingkunga tempat tinggalnya. Namun, sekarang rasa gengsi untuk hal itu sudah hilang, atau sudah mati. Dapat dilihat, para pelamar dana sosial atau pelamar beasiswa memiliki gadget dan fashion yang up to date. Sebuah ironi bagi kalangan masyarakat pinggiran.
Gagah yang lemah, merupakan istilah yang tepat untuk masyarakat pinggiran dengan prinsip finansial yang mereka terapkan dalam kehidupan. Selalu ingin up to date dengan produk-produk baru tetapi masih mengharapkan bantuan pemerintah. Pemberian bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran masih sering dijumpai. Jika pemerintah mengelak, yang sebut saja jumlahnya sedikit. Anggap saja pemerintah memang telah berusaha keras tetapi ujung-ujungnya kecolongan. Pemerintah mau disalahkan tentu sulit, jumlah pelamar bantuan dana dibandingkan dengan petugas verifikasi jelas lebih banyak pelamarnya. Semua butuh kesadaran dari tiap individu untuk melakukan kejujuran. Pemalsuan data berupa slip gaji tentu akan lebih mudah bagi para pengusaha atau pekerja swasta dibandingkan PNS.
Ada rasa puas dan bangga bagi mereka yang telah memalsukan data dengan hasil fresh money. Jerih payahnya tidak berat tetapi beruntung, bisa tambah koleksi barang up to date tanpa merogoh dompet. Bagi mereka yang sebenar-benarnya berhak menerima tetapi hasilnya nihil tentu akan kecewa besar. Harapan mendapat bantuan untuk pemenuhan kebutuhan hidup harus tertunda, atau perlu dikubur dalam-dalam. Bagi yang memiliki pemikiran positif maka akan tetap berjuang mempertahankan hidup dengan apa yang dimiliki dan diberikan oleh Sang Pencipta. Masyarakat pinggiran yang terlena menikmati bantuan dana pemerintah untuk bermewah-mewahan maka diharapkan jangan kaget jika ada kelompok pemalak, preman, perampok, begal, pemerkosa, dan jambret. Itu adalah sebagai luapan emosi kalangan yang terkhianati.
Entah sampai kapan kondisi sosial di masyarakat seperti ini akan terjadi. Jika masyarakat pinggiran masih bernafsu merampas hak-hak masyarakat ekonomi bawah maka angka kriminalitas akan tetap tumbuh. Keberadaan masyarakat ekonomi menengah bawah memang tidak berhubungan langsung dan memberi kontribusi bagi kita tetapi akibat ketidakpeduliaan masyarakat menengah atas akan memunculkan ancaman. Seyogyanya, menjadi masyarakat yang patuh dan tunduk dengan peraturan pemerintah yang ada. Jika tidak maka jangan heran jika kekacauan sosial akan selalu menghantui di manapun kita berada. Jadilah konsumen yang bijak terhadap kondisi pasar yang lagi panas akan promosi produk-produk baru. Bukalah dompetmu sesuai dengan kebutuhan, bukan untuk membeli status sosial atau prestige belaka.
Produk gadget, kendaraan, fashion, dan properties merupakan produk unggulan yang bersain secara kompetitif untuk menarik para calon konsumen. Produsen produk tersebut tentu berlomba-lomba menciptakan inovasi dan kreasi sehingga konsumen akan tergiur untuk memiliki dan kecanduan untuk mengikuti produk terbarunya. Masyarakat pinggiran dengan kelas ekonomi menengah tentu akan menjadi sasaran tepat. Secara nyata dapat dilihat pada animo masyarakat untuk selalu memburu dan mengejar produk-produk unggulan untuk dapat dimiliki. Gaya hidup ini menjadikan sebuah prestige sendiri di kalangan mereka. Sebuah kepuasan dan status sosial yang akan melekat pada dirinya adalah tujuan utama mereka. Tidak lagi memandang fungsi utama dari barang yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan. Inilah gambaran prinsip finansial masyarakat pinggiran.
Bantuan sosial pemerintah berupa dana sosial untuk keluarga dan beasiswa untuk pelajar dianggarkan untuk membantu finansial masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Harapannya bntuan pemerintah sebagai bantuan dlam pemenuhan kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, dan pendidikan. Tidak jarang semua orang tanpa terkecuali akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Berbagai upaya mereka lakukan, biasanya pemalsuan data atau menyembunyikan harta dan barang yang dimiliki. Kalau ada gratisan, sayang kalau dibiarkan berlalu begitu saja. Padahal, mereka selalu ingin mendapat prestige di kalangannya dan lingkunga tempat tinggalnya. Namun, sekarang rasa gengsi untuk hal itu sudah hilang, atau sudah mati. Dapat dilihat, para pelamar dana sosial atau pelamar beasiswa memiliki gadget dan fashion yang up to date. Sebuah ironi bagi kalangan masyarakat pinggiran.
Gagah yang lemah, merupakan istilah yang tepat untuk masyarakat pinggiran dengan prinsip finansial yang mereka terapkan dalam kehidupan. Selalu ingin up to date dengan produk-produk baru tetapi masih mengharapkan bantuan pemerintah. Pemberian bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran masih sering dijumpai. Jika pemerintah mengelak, yang sebut saja jumlahnya sedikit. Anggap saja pemerintah memang telah berusaha keras tetapi ujung-ujungnya kecolongan. Pemerintah mau disalahkan tentu sulit, jumlah pelamar bantuan dana dibandingkan dengan petugas verifikasi jelas lebih banyak pelamarnya. Semua butuh kesadaran dari tiap individu untuk melakukan kejujuran. Pemalsuan data berupa slip gaji tentu akan lebih mudah bagi para pengusaha atau pekerja swasta dibandingkan PNS.
Ada rasa puas dan bangga bagi mereka yang telah memalsukan data dengan hasil fresh money. Jerih payahnya tidak berat tetapi beruntung, bisa tambah koleksi barang up to date tanpa merogoh dompet. Bagi mereka yang sebenar-benarnya berhak menerima tetapi hasilnya nihil tentu akan kecewa besar. Harapan mendapat bantuan untuk pemenuhan kebutuhan hidup harus tertunda, atau perlu dikubur dalam-dalam. Bagi yang memiliki pemikiran positif maka akan tetap berjuang mempertahankan hidup dengan apa yang dimiliki dan diberikan oleh Sang Pencipta. Masyarakat pinggiran yang terlena menikmati bantuan dana pemerintah untuk bermewah-mewahan maka diharapkan jangan kaget jika ada kelompok pemalak, preman, perampok, begal, pemerkosa, dan jambret. Itu adalah sebagai luapan emosi kalangan yang terkhianati.
Entah sampai kapan kondisi sosial di masyarakat seperti ini akan terjadi. Jika masyarakat pinggiran masih bernafsu merampas hak-hak masyarakat ekonomi bawah maka angka kriminalitas akan tetap tumbuh. Keberadaan masyarakat ekonomi menengah bawah memang tidak berhubungan langsung dan memberi kontribusi bagi kita tetapi akibat ketidakpeduliaan masyarakat menengah atas akan memunculkan ancaman. Seyogyanya, menjadi masyarakat yang patuh dan tunduk dengan peraturan pemerintah yang ada. Jika tidak maka jangan heran jika kekacauan sosial akan selalu menghantui di manapun kita berada. Jadilah konsumen yang bijak terhadap kondisi pasar yang lagi panas akan promosi produk-produk baru. Bukalah dompetmu sesuai dengan kebutuhan, bukan untuk membeli status sosial atau prestige belaka.
No comments:
Post a Comment