Ruang pameran tulisan segar fiksi & non-fiksi, dilengkapi info lomba penulisan fiksi. Ibarat galeri memajang aneka karya. Kritik dan saran terbuka untuk perbaikan. Selamat berkunjung, semoga ada pesan dan inspirasi yang bisa dibawa pulang.

Menu Nav Bar

Pahit dan Manis dari Kejujuran

Sumber: theunlearn.com
Kejujuran dapat dimaknai sebagai sikap terpuji dan mulia melalui perbuatan tidak berbohong, berkata apa adanya, dan mengakui kesalahan diri sendiri. Tidak semua orang menerapkan sikap kejujuran dalam kehidupan. Berbagai alasan disampaikan untuk membela diri. Memang jujur terkadang terasa pahit, tidak semanis gula yang selalu dikerubutin semut. Namun, kejujuran akan memberikan dampak positif , dalam waktu dekat atau lama, oleh diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, memiliki kepribadian yang selalu mengedepankan kejujuran adalah penting.
Kejujuran akan senantiasa melekat pada diri seseorang jika sudah menjadi kebiasaan. Penanaman sikap kejujuran sejak dini pada anak-anak dapat membentuk kepribadian yang berkarakter. Di era digital sekarang sulit sekali menemukan generasi yang berkarakter kuat, banyak karakter yang tergoyahkan oleh kecanggihan teknologi dan budaya hedonis. Pembentukan karakter bagi anak tidaklah susah dan mahal, tetapi perlu komitmen yang kuat. Sikap kejujuran adalah salah satu karakter penting untuk ditumbuh-kembangkan pada generasi Indonesia sekarang. Tidak bisa dibayangkan di masa depan apakah bisa ditemukan generasi yang menyebut dirinya sebagai “Aku Anak Jujur”. Kondisi sekarang sungguh memprihatinkan lihat saja budaya contek-mencontek masih subur di pelajar, jalur belakang bagi siswa mampu masih terbuka lebar, dan pasar kunci jawaban buka lapak di musim UNAS. Diperparah contoh buruk pejabat negara yang melakukan korupsi semakin merajalela.
Andaikan saja setiap orang tua memiliki kesadaran yang sama, bahwa kejujuran adalah karakter yang harus ditanamkan pada generasi muda sesuai jiwa Pancasila. Mungkin kepribadian luhur yang diteladankan oleh Founding Father bangsa ini akan tumbuh kuat. Secara tidak langsung setiap orang tua akan melaksanakan amanah UUD 1945 dan berkontribusi dalam pembangunan negara. Aksi nyata yang dapat dilakukan tidak mengharuskan orang tua berbekal pendidikan tinggi apalagi ahli di bidang hukum dan politik, cukup bermodal komitmen kuat, meneruskan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
 Pendidikan orang tuaku bisa dibilang rendah, Ayah di bangku SD saja tidak tamat, Ibu lebih baik sedikit karena mampu menamatkan SMP. Mereka memiliki impian agar anaknya kelak bisa menjadi generasi harapan bangsa, tentunya yang berkarakter dan berkepribadian luhur. Bermodal komitmen kuat mereka menanamkan karakter-karakter terpuji, salah satunya kejujuran. Tentu mereka ingin anak semata wayangnya menjadi bagian dari generasi yang layak mendeklarasikan diri sebagai “Aku Anak Jujur”.
Pembentukan sikap kejujuran di keluarga didukung oleh latar belakang adat istiadat Jawa yang masih melekat kental. “Kalau mau pakai barang milik teman, harus izin dulu,” pesan Ibu padaku di waktu kanak-kanak. Tentu di usia balita setiap anak pasti tertarik untuk mencoba mainan milik temannya, sehingga Ibu berpesan agar meminta izin sebelum dipakai, tidak langsung pakai atau ambil. Kalau langsung ambil atau pakai barang milik orang lain tentu dikira orang tuanya tidak mengajari sopan santun. Tentu teman bermainku ada yang mau meminjami dan ada yang melarang, namanya juga anak-anak.
Masuk di bangku SD Ibu mengarahkanku pada budaya anti-contek. “Ibu akan bangga pada hasil jerih payahmu, meskipun jelek. Kalau bagus tapi hasil mencontek, Ibu bakal kecewa,” ucap Ibu padaku. Di sekolah ketika ujian berlangsung aku menemukan teman yang mencontek, melihat catatan atau menyalin pekerjaan teman. Sesuai pesan Ibu, aku harus mengerjakan dengan kemampuanku, memang soalnya susah bagi setiap siswa termasuk aku. Ketika hasil ulangan dibagikan, angka 6 tertulis jelas di pojok kanan atas lembar jawabanku. “Ya tidak apa-apa dapat nilai 6, daripada di bawahnya,” komentar Ibu ketika kuberikan lembar jawabanku. “Nanti dipelajari lagi bagian yang kamu tidak bisa mengerjakan,” sambung Ibu sambil memelukku. Aku senang pada Ibu, kalau teman-temanku dapat nilai jelek justru dimarahi tetapi Ibu tidak seperti itu, Justru Ibu memotivasi dan memuji perjuanganku. Ibu menepati ucapannya yang pernah disampaikan padaku.
Selanjutnya aku selalu membudayakan untuk anti-contek dalam urusan ulangan atau ujian apapun. Pernah ketika di bangku SMA aku memiliki beberapa teman sekelas yang punya budaya mencontek. Kuceritakan pada Ibu tentang kebiasan buruk beberapa teman baru di bangku SMA yang menggoda pertahanan budaya anti-contek. “Kalau terbiasa mencontek, nanti bisa terjebak. Percuma nanti ijazah nilainya bagus, tetapi ketika interview tidak bisa apa-apa,” nasihat Ibu padaku. Semenjak itu aku semakin mantap menerapkan budaya anti-contek hingga di bangku perguruan tinggi. Aku tidak ingin terjebak dan terperangkap pada ranjau yang dibuat oleh diri sendiri.
Sumber: sayangianak.com
Jalur belakang yang mulus tanpa hambatan terkadang menggoda iman. Namun, tidak semua orang bisa mengakses ke sana. Mungkin tahu tapi tidak tahu gerbang masuknya ada di aman, atau tahu gerbang masuknya tapi tak mampu membayar karcis. Ayah dan Ibu tidak pernah mengenalkanku pada jalur belakang. Untuk melanjutkan tingkat pendidikan selalu menggunakan emampuan yan terwakilkan selembar ijazah atau tes. Berkat nilai UNAS SD dengan nilai rata-rata 8,56 mengantarkanku di SMP, yang konon favorit di tingkat kecamatanku. Persiapan tes yang maksimal mengantarkanku masuk kelas RSBI di SMA, SMA yang dikenal paling favorit sekaresidenan sehingga tak jarang ada pelajar dari kota lain.
Impian masuk di PTN harus kulalui dengan jalan yang tidak mulus, ikut SBMPTN yang ke-3 baru diterima. Mungkin kalau tidak lolos akan masuk jalur mandiri, tetapi berkat semangat belajar dapat diterima. Kegagalanku di tes pertama dan kedua tidak mengantarkanku untuk melakukan perbuatan curang. Memang banyak joki SBMPTN yang berkeliaran dengan tarif yang mahal bagi kemampuan ekonomi keluargaku. Selain itu, jalur mandiri di PTN ada yang bilang menjamin diterima. Tentu saja bagi mereka kalangan menengah ke atas akan menyambutnya dengan antusias. Ada kepuasan dan rasa bangga tersendiri bisa masuk PTN melalui jalur SBMPTN, yang kerawananan curangnya kecil dibandingkan jalur lainnya.
            Kejujuran itu memang bisa terasa pahit dan manis. Mungkin terasa pahitnya sementara, bisa lama atau sebentar tetapi ujung-ujungnya akan terasa manis. Kejujuran yang ditanamkan Ayah dan Ibu dapat kuat mengakar pada diriku disebabkan suatu hal. Ayah dan Ibu selalu memberinya pupuk, pupuknya adalah teladan yang baik dari mereka. Terkadang orang tua ingin agar putra-putrinya bersuara lantang menyebut dirinya sebagai “Aku Anak Jujur” tetapi mereka justru merusaknya, secara sadar atau tidak sadar. Contoh yang mudah ditemui adalah pemalsuan identitas SIM agar anaknya bisa ke sekolah naik sepeda motor. Andaikan saja orang tua sadar bahwa itu adalah contoh yang fatal, mungkin angka kecelakaan bisa menurun, geng motor dan balapan liar bisa ditekan. Kalau orang tuaku tentu tidak seperti itu. Aku ke sekolah SMA naik angkutan umum, kalau ada event tertentu di malam hari ya diantar Ayah. Kalau anak-anak zaman sekarang disuruh naik angkutan umum pasti banyak yang menolak, alasannya gengsi. Budaya gengsi hanya untuk sebuah prestige adalah ancaman bagi nilai-nilai kejujuran. Kehidupan yang sederhana lebih memberikan jaminan terpeliharanya nilai-nilai kejujuran. Kalau kejujuran sudah menjadi kebiasaan maka akan muncul penolakan dari dalam diri jika melakukan ketidak-jujuran.
Sumber: acch.kpk.go.id
Semoga festival “Aku Anak Jujur” bukanlah program simbolis semata. Kebanyakan gerakan hanya mem-booming di awal dan lambat laun meredup. Bukan juga gerakan kampanye kalangan yang ingin menarik simpatisan belaka. Menghidupkan karakter kejujuran adalah tangung jawab bersama, jika semua pihak sadar tentu akan berpartisipasi ambil bagian. Cukup mudah dan gampang, berbuatlah kejujuran mulai dari hal kecil, beri teladan untuk orang sekitar. Kejujuran yang melekat pada diri membentuk kepribadian yang berkarakter, memberikan ketenangan dan kenyamanan jiwa.
Mari tanamkan kejujuran mulai dari hal kecil!
Share:

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

Translate

Visitors

Flag Counter

Followers

Recent Posts

SAFORE

SAFORE
Samudrawan Fashion Store

RajaView.id

RajaView.id
Di rumah aja dapat uang mau? Cari tahu jawabannya dengan klik gambar di atas.